Jumat, 31 Mei 2013

PPN dan PPnBM

PPN dan PPnBM

Karakteristik PPN
·   Pajak tidak langsung
·   Pajak objektif
·   Multistage tax
·   Nonkumulatif
·   Tarif tunggal
·   Credit method
·   Pajak atas konsumsi dalam negeri
·   VAT

SUBJEK PPN
1.Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2.Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
3.Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean (daerah pabean adalah : wilayah RI yg meliputi darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di ZEE)
4.Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumhanya sendiri dengan pensyaratan tertentu
5.Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.

OBJEK PPN
1.Penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
2.Import BKP
3.Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
4.Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5.Ekspor BKP oleh PKP

PENYERAHAN TERUTANG PPN DAN TIDAK TERUTANG PPN
Penyerahan yang terutang PPN dikelompokkan menjadi :
1.Ekspor
2.Penyerahan dalam negeri, terdiri atas :
a.                Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri
b.               Penyerahan yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN
c.                Penyerahan yang PPNnya tidak dipungut
d.               Penyerahan yang dibebaskan dari penggenaan PPN


Penyerahan Tidak Terutang PPN
Penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan penyerahan bukan BKP dan/atau bukan JKP, tidak termasuk penyerahan yang PPNnya tidak dipungut dan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN

SAAT TERUTANG PPN
1.Penyerahan BKP dan JKP
2.Import BKP
3.Ekspor BKP
4.Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean
5.Pembayaran dalam hal pembayaran diterima terlebih dahulu


MENGHITUNG PPN

PPN  =  Tarif x Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

1.PT Maju (PKP) menjual BKP dengan harga jual sebesar Rp 25.000.000,-
2.PT Jaya melakukan penyerahan JKP dengan penggantian sebesar Rp 20.000.000,-
3.Pengusaha Kena Pajak Adhi Karya mengimport BKP dengan nilai Rp 15.000.000,-
4.Pengusaha Kena Pajak Zuka membeli BKP sebagai bahan baku proses produksi senilai Rp 10.000.000,-
5.Pengusaha Kena Pajak  Raya menyerahkan BKP senilai Rp 4.800.000,- kepada Yayasan  Sosial sebagai bantuan Cuma-Cuma.  Nilai Rp 4.800.000,- termasuk laba kotor 20%

PAJAK KELUAR (PK):
PPN Keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP atau ekspor BKP

Tarif pajak keluaran sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% (nol persen) untuk ekspor sedangkan DPP dapat berupa nilai ekspor, harga jual, penggantian atau nilai lain.

Pajak Keluaran dalam dikelompokkan menjadi :
1.                        PK atas ekspor (sebesar 0% dari nilai ekspor)
2.                        PK atas penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak standar
3.                        PK atas penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak sederhana

PAJAK MASUKAN (PM)
PPN Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau penerimaan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP

Pajak Masukan dikelompokkan menjadi :

Bagi PKP yang tidak Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
1.      PM ata impor BKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean
2.      PM atas perolehan BKP/JKP dari dalam negeri
3.      PM lainnya :
·         Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya
·         Kompensasi kelebihan PPN krn pembetulan SPT PPN Masa Pajak yg lalu
·         Hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan
1.         PM atas penyerahan BKP dan JKP dengan ketentuan :
·         80% dari PK yaitu untuk penyerahan BKP oleh peritel yg menggunakan Norma penghitungan Pnghasilan Neto
·         70% dari PK yaitu untuk penyerahan BKP oleh PKP selain peritel
·         40% dari PK untuk penyerahan JKP

2.      PM lainnya:
·         Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya
·         Kompensasi kelebihan PPN krn pembetulan SPT PPN Masa Pajak yg lalu
·         Hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan
Pajak Masukan yang  tidak dapat dikreditkan
1.   Jumlah BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sbg PKP
2.   Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
3.   Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
4.   Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur Pajak Sederhana

FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah : bukti pungutan PPN yang dibuat oleh PKP karena melakukan penyerahan BKP/JKP atau dibuat oleh Direktorat Bea dan Cukai karena impor BKP.

Jenis Faktur Pajak :
1.                     Faktur Pajak Standar
2.                     Faktur Pajak Sederhana
PKP dapat menerbitkan faktur pajak sederhana dalam hal PKP melakukan :
·            Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir
·            Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli dan/atau penerima JKP yang tidak diketahui identitas secara lengkap


PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong mewah di dalam daerah pabean.

Kegiatan berikut selain dikenakan PPN juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) :
1.                     Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
2.                     Impor BKp yang tergolong mewah

Pengenaan PPnBM didasarkan pada pertimbangan bahwa :
1.                     Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
2.                     Perlu adanya pengendalian pola konsumen atas BKP yang tergolong mewah
3.                     Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
4.                     Perlu untuk mengamankan penerimaan Negara

BKP yang tergolong mewah adalah :
1.                     Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2.                     Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3.                     Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.

PPnBM pada prinsipnya hanya dipungut atau dikenakan satu kali saja yaitu pada waktu :
1.                     Penyerahan oleh pabrikan  atau produsen BKP yang tergolong mewah atau
2.                     Impor BKP yang tergolong mewah


Tarif PPnBM
1.                     Tarif PPnBM dibedakan menjadi bebrapa tariff yaitu tariff terendah sebesar 10% dan tariff tertinggi 200%
2.                     Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas eksport BKP yang tergolong mewah

Bea materai

Bea materai

PENGERTIAN :
     •           Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang : perbuatan,- keadaan/ kenyataan bagi seseorang dan/ atau pihak-pihak yang berkepentingan.

     •           Benda Meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah R.I.

      •           Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

      •           Tanda Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk : parap, teraan/ cap tanda tangan/ cap parap, teraan cap nama/ tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan

BEA MATERAI
Pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985



PAJAK ATAS DOKUMEN YANG DIPAKAI OLEH MASYARAKAT DALAM LALU LINTASHUKUM SEPERTI DIMAKSUD DALAM PASAL 1 AYAT (2) HURUF A UU No. 13 Tahun 1985 jo. PASAL 1 PP No. 24 Tahun 2000

DASAR HUKUM BEA MATERAI :
   l  Undang undang
UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
   l  Peraturan Pemerintah
PP No. 24 Tahun 2000, Tentang Perubahan Tarif Bea Materai
   l  Keputusan Mentri Keuangan
    w    KMK RI No. 133/KMK.04/2000, Tentang pelaksanaan PP No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Materai.
    w    KMK RI No. 104/KMK.04/1986, Tentang Pelunasan Bea Materai Dengan Menggunakan cara lain.
    l  Surat Edaran Dirjen Pajak
           w SE-38/PJ1994 Tentang penggunaan Kertas Bermaterai Dan kertas biasa Bermaterai Tempel
           w     SE-29/PJ.53/1995 Tentang pelaksanaan perubahan Tarif  Bea Materai
           w     SE-44/PJ.53/1995 Tentang cara Pemateraian kemudian Tanpa sanksi dalam masa Transisi

OBJEK, TARIF, DAN YANG TERUTANG BEA METERAI
Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985 jo. PP No.24 Tahun 2000

TARIF Rp 6000
    è  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat Pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat perdata.
è  Akta-akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
    è  Akta-akta Notaris termasuk salinannya
    è  Surat yg memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau harga nominal yg  dinyatakan dalam mata uang asing.:
    *    menyebutkan penerimaan uang;
    *    Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalan rekening di bank
    *    Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya/sebagian telah dilunasi/ diperhitungkan.
    *    Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
    è  Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,-
          è  Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.1.000.000
          è  Surat surat biasa & surat surat kerumahtanggaan
         è  Surat surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain/digunakanoleh orang lain, & lain dari maksud semula,yang akan digunakan sebagai alat pembuktiandi muka pengadilan

TARIF Rp 3000
 èSurat yang memuat jumlah uang dengan Harga Nominal  lebih dari Rp. 250.000,- tetapi tidaklebih dari Rp.1.000.000,-
Tdk terutangèSurat yang memuat jumlah uang dengan Nominal Tidak lebih dari Rp. 250.000
Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya  lebih dari Rp. 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,-

Tdk terutangèSurat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya  tidak lebih dari Rp. 250.000,-
Efek dengan nama dan dalam bentuk  apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000

Tdk terutangè Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya Tidak lebih dari Rp.250.000,-

Cek & Bilyet Giro Tanpa batas pengenaan Besarnya harga nominal
Berlaku efektif: Per 01 Mei 2000


BUKAN OBJEK/ TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI
Pasal 4 UU No. 13 Tahun 1985
PP 13/ 22 Sept 1989, PP 7/ 21 April 1995, PP 24/ 20 April 2000

   1.       Dokumen yang berupa :
   a.       Surat Penyimpanan Barang;
   b.       Konosemen;
   c.       Surat angkutan penumpang dan barang;
   d.      Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud dlm huruf a, b & c;
   e.       Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
   f.        Surat Pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
   g.       Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam hurup a sampai hurup f.
   2.       Segala bentuk ijasah
   3.       Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
   4.       Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
   5.       Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
   6.       Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
   7.       Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
   8.       Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
   9.       Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

SAAT DAN PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI
Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 1985

   1. Saat terutang :
   ü  Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, pada saat dokumen diserahkan
   ü  Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, pada saat selesainya dokumen dibuat.
   ü  Dokumen yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan di Indonesia.
   2. Pihak yang terutang :
   ü  Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain

CARA PELUNASAN BEA METERAI
Pasal 7 ayat (2) UU No. 13 Tahun 19985

Dengan Benda Meterai :
         w  BIASA
   §  Meterai Tempel
   §  Kertas Meterai oleh Wajib BEA

    w PEMETERAIAN BIASA

Dgn cara lain èDitetapkan MENKEU
   w  ALAT LAIN (SE-11/PJ.3/1986)
        Pencetakan Tanda Lunas Bea Meterai oleh PERUM PERURI

   w MESIN TERAAN METERAI
       KMK No. 104/KMK.04/1986)

Sebelum diterbitkan izin penggunaan mesin teraan Atau pencetakan TANDA LUNAS BEA METERAI, BEA METERAI Harus disetor dimuka dgn menggunakan SSP atau GIR-5

CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN METERAI TEMPEL (Pasal 7 ayat (3) s/d (6) UU No. 13 Tahun 19985)

    è  METERAI TEMPEL direkatkan seluruhnya dng utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan BEA METERAI.
    è  METERAI TEMPEL direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
    è  Pembubuhan tanda tangan disertai dgn pencantuman tanggal,    bulan, dan tahun dilakukan dgn tinta atau yang sejenis dgn itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas METERAI TEMPEL.
    è  Jika digunakan lebih dari satu METERAI TEMPEL, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua METERAI TEMPEL dan sebagian di atas kertas.

CARA PELUNASAN METERAI DENGAN KERTAS METERAI
(Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1985)

    è  Kertas meterai yg sudah digunakan tidak boleh Digunakan lagi    (ayat 7) 
    è Jika isi dokumen yang dikenakan BEA METERAI terlalu Panjang untuk dimuat seluruhnya di atas KERTAS METERAI yang digunakan (ayat 8), MAKA: Untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan Kertas tidak bermeterai
    è  Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan BEA METERAI tidak dipenuhi, dokumen yang Bersangkutan dianggap TIDAK BERMETERAI (ayat 9)


CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MESIN TERAAN METERAI (SE-11/PJ.3/1986)

   1.       Pengusaha harus mengajukan permohonan tertulis kepada direktur PPN dan PTLL atau kepala KPP, untuk memperoleh izin menggunakan MESIN TERAAN
    2.       MESIN TERAAN yang digunakan adalah MESIN TERAAN yang tidak dapat melampui jumlah angka pembilang sesuai dengan jumlah penyetoran BEA METERAI.
    3.       Perusahaan harus menyetor dimuka BEA METERAI sebesar Rp. 5.000.000,- sebelum dikeluarkan izin penggunaan MESIN TERAAN METERAI.
    4.       Sebelum MESIN TERAAN  digunakan dilakukan pemasangan segel.


PEMETERAIAN KEMUDIAN (Pasal 10 UU No. 13 Tahun 1985)

Dilakukan Terhadap :
   è   Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka PENGADILAN.
   è     Dokumen yang BEA METERAINYA tidak atau kurang dilunasi ditambah denda.
   è     Dokumen yang dibuat di LUAR NEGERI dan digunakan di INDONESIA

DENDA ADMINISTRASI DAN KEWAJIBAN PEMENUHAN BEA METERAI

   è     Dokumen yang terutang Bea Meterai tetapi Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
   è     Pelunasan Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.